ShareThis

17 May 2009 2 comments

Hukuman Sang Begawan

 Di kisahkan seorang bangsawan yang kaya dan terhormat, tinggal bersama istri dan putranya yang tampan berusia lima tahun yang sedang tumbuh dengan segala kenakalan dan kebandelannya sebagai anak-anak.
Sang bangsawan setiap hari sibuk bekerja, demikian juga istrinya mempunyai berbagai kegiatan di luar rumah. Sehingga putra kecilnya lebih sering
di temani oleh pengasuhnya.
Ke-aktifan si kecil terhenti ketika dia mulai berkegiatan menggambar, mencorat-coret tanah di halaman belakang, atau menggoreskan kuasnya ke berbagai permukaan yang di sediakan oleh pengasuhnya.
Sang bangsawan adalah pahlawan kebanggaan kota itu, dan karena jasanya membela negara, raja meng-hadiah-kan sehelai kain sutera yang berlapis emas, yang indah sekali.
Suatu hari, saat si pengasuh lengah dalam menjaga si kecil, terjadilah malapetaka si putra bangsawan ketika melihat kain sutera berlapis emas di atas meja, ia pun segera menjadikannya alas untuk menggambar, sehingga kain suterapun penuh dengan tinta hasil dari corat-coretannya. Ketika sang bangsawan dan istrinya tiba di rumah, dengan kegembiraan seorang anak tanpa merasa bersalah sedikitpun di pamerkannya hasil coretannya di atas kain sutera emas pemberian sang raja. Seketika itu si bangsawan kaget dan langsung meledak amarahnya sambil berteriak di ambilnya lidi pemukul
"dasar anak nakal, yang kamu coret-coret itu adalah sutera emas penghargaan sang raja kepada ayah, kamu memang nakal rusak sudah kehormatan ayah-mu ini, memangnya tidak ada tempat lain untuk menggambar" sambil terus sibuk memukuli tangan si anak dengan lidi pemukul
"ampun ayah, ampun, sakit ayah sakit" teriak si anak, terkejut tidak mengerti sambil menangis kesakitan. Sedangkan si ibu terhenyak menyaksikan kain sutera yang rusak dan terdiam menyaksikan kemarahan sang suami tanpa berbuat apa-apa.
Keesokan harinya saat si kecil di mandikan, terdengar lirih suara tangis kesakitan dari kamar mandi. Pukulan ayahnya kemarin ternyata menyisakan luka di jari dan telapak tangannya. Beberapa hari kemudian si pengasuh ketakutan melaporkan kepada si ibu bahwa putranya sakit panas tinggi yang menggigil. Masih dengan kemarahan terpendam si ibu menyuruh memberikan obat penurun panas, ketika panas badan tidak kunjung reda seolah tersadar mereka tergesa-gesa membawa-nya ke dokter di temukan luka bekas pukulan yang membengkak kehitam-hitaman dan terpaksa harus di amputasi demi menyelamatkan nyawa si anak.
Saat si anak sadar pasca operasi di lihatnya ayah, ibu dan si pengasuh menunggu di sisi tempat tidur dengan tatapan sedih dan berurai air mata. Si anakpun menyapa.
"ayah..., ibu... jangan bersedih seperti itu, sungguh ananda menyesal dan mohon maaf telah membuat ayah dan ibu marah dan kesal, tapi tolong ayah..., ibu... kembalikan tangan ananda, karena tanpa tangan ini bagaimana ananda menyalami ayah dan ibu untuk memohon ampun"
mendengar kata si kecil meledaklah tangis kedua orang tua itu karena mereka sadar, penyesalan sedalam apapun tak-kan mungkin mengembalikan utuh tangan anak mereka.

Sumber:  di ambil dari cd audio Andri Wongso
 
;